Picture
Latar Belakang

Kerajaan Banjar, yang beribukota di Martapura memiliki Masjid sebagai Pusat Da’wah Islam dan menjadi saksi 12 sultan yang memerintah. Pada waktu itu Masjid berfungsi sebagai tempat peribadatan, dakwah Islamiyah, integrasi umat Islam dan markas atau benteng pertahanan para pejuang dalam menantang Belanda.
Akibat pembakaran Kampung Pasayangan dan Masjid Martapura, muncul keinginan membangun Masjid yang lebih besar. Tahun 1280 Hijriyah atau 1863 Masehi, pembangunan masjid pun dimulai

Menurut riwayatnya, Datuk Landak dipercaya untuk mencari kayu Ulin sebagai sokoguru masjid, ke daerah Barito Kalimantan Tengah. Setelah tiang ulin berada di lokasi bangunan Masjid lalu disepakati.

Dilihat dari segi arsitekturnya, bentuk Masjid Agung Al Karomah Martapura mengikuti Masjid Demak Buatan Sunan Kalijaga. Miniaturnya dibawa utusan Desa Dalam Pagar dan ukurannya sangat rapi serta mudah disesuaikan dengan bangunan sebenarnya sebab telah memakai skala.

Sampai saat ini bentuk bangunan Masjid menurut KH Halilul Rahman, Sekretaris Umum di kepengurusan Masjid sudah tiga kali rehab. Dengan mengikuti bentuk bangunan modern dan Eropa, sekarang Masjid Agung Al Karomah Martapura terlihat lebih megah.

Meski bergaya modern, empat tiang Ulin yang menjadi Saka Guru peninggalan bangunan pertama Masjid masih tegak di tengah. Tiang ini dikelilingi puluhan tiang beton yang menyebar di dalam Masjid.

Arsitektur Masjid Agung Al Karomah Martapura yang menelan biaya Rp27 miliar pada rehab terakhir sekitar tahun 2004, banyak mengadopsi bentuk Timur Tengah. Seperti atap kubah bawang dan ornamen gaya Belanda.

Semula atap Masjid berbentuk kerucut dengan konstruksi beratap tumpang, bergaya Masjid tradisional Banjar. Setelah beberapa kali rehab akhirnya berubah menjadi bentuk kubah.

Bila arsitektur bangunan banyak berubah, namun mimbar tempat khatib berkhutbah yang berumur lebih satu abad sampai sekarang berfungsi.

Mimbar berukiran untaian kembang dan berbentuk panggung dilengkapi tangga sampai sekarang masih berfungsi dan diarsiteki HM Musyafa.

Pola ruang pada Masjid Agung Al Karomah juga mengadopsi pola ruang dari arsitektur Masjid Agung Demak yang dibawa bersamaan dengan masuknya agama Islam ke daerah ini oleh Khatib Dayan. Karena mengalami perluasan arsitektur Masjid Agung Demak hanya tersisa dari empat tiang ulin atau disebut juga tiang guru empat dari bangunan lama.

Tiang guru adalah tiang-tiang yang melingkupi ruang cella atau ruang keramat. Ruang cella yang dilingkupi tiang-tiang guru terdapat di depan ruang mihrab, yang berarti secara kosmologi cella lebih penting dari mihrab.

Sejarahnya tiang guru empat menggunakan tali alias seradang yang ditarik beramai-ramai oleh Datuk Landak bersama masyarakat. Atas kodrat dan iradat Tuhan YME tiang Guru Empat didirikan. Masjid pertama kali dibangun berukuran 37,5 meter x 37,5 meter

Akibat pembakaran Kampung Pasayangan dan Masjid Martapura, muncul keinginan membangun Masjid yang lebih besar. Tahun 1280 Hijtiyah atau 1863 Masehi, pembangunan [...]

SEBAGAI pusat Kerajaan Banjar, Martapura tercatat menjadi saksi 12 sultan yang memerintah. Pada waktu itu Mesjid berfungsi sebagai tempat peribadatan, dakwah Islamiyah, integrasi umat Islam dan markas atau benteng pertahanan para pejuang dalam menantang Belanda.

Akibat pembakaran Kampung Pasayangan dan Masjid Martapura, muncul keinginan membangun Masjid yang lebih besar. Tahun 1280 Hijtiyah atau 1863 Masehi, pembangunan Masjid pun dimulai.

Menurut riwayatnya, Datuk Landak dipercaya untuk mencari kayu Ulin sebagai sokoguru masjid, ke daerah Barito Kalimantan Tengah. Setelah tiang ulin berada di lokasi bangunan Masjid lalu disepakati.

Dilihat dari segi arsitekturnya, bentuk Masjid Agung Al Karomah Martapura mengikuti Masjid Demak Buatan Sunan Kalijaga. Miniaturnya dibawa utusan Desa Dalam Pagar dan ukurannya sangat rapi serta mudah disesuaikan dengan bangunan sebenarnya sebab telah memakai skala.

Sampai saat ini bentuk bangunan Masjid menurut KH Halilul Rahman, Sekretaris Umum di kepengurusan Masjid sudah tiga kali rehab. Dengan mengikuti bentuk bangunan modern dan Eropa, sekarang Masjid Agung Al Karomah Martapura terlihat lebih megah.

Meski bergaya modern, empat tiang Ulin yang menjadi Saka Guru peninggalan bangunan pertama Masjid masih tegak di tengah. Tiang ini dikelilingi puluhan tiang beton yang menyebar di dalam Masjid.

Arsitektur Masjid Agung Al Karomah Martapura yang menelan biaya Rp27 miliar pada rehab terakhir sekitar tahun 2004, banyak mengadopsi bentuk Timur Tengah. Seperti atap kubah bawang dan ornamen gaya Belanda.

Semula atap Masjid berbentuk kerucut dengan konstruksi beratap tumpang, bergaya Masjid tradisional Banjar. Setelah beberapa kali rehab akhirnya berubah menjadi bentuk kubah.

Bila arsitektur bangunan banyak berubah, namun mimbar tempat khatib berkhutbah yang berumur lebih satu abad sampai sekarang berfungsi.

Mimbar berukiran untaian kembang dan berbentuk panggung dilengkapi tangga sampai sekarang masih berfungsi dan diarsiteki HM Musyafa.

Pola ruang pada Masjid Agung Al Karomah juga mengadopsi pola ruang dari arsitektur Masjid Agung Demak yang dibawa bersamaan dengan masuknya agama Islam ke daerah ini oleh Khatib Dayan. Karena mengalami perluasan arsitektur Masjid Agung Demak hanya tersisa dari empat tiang ulin atau disebut juga tiang guru empat dari bangunan lama.

Tiang guru adalah tiang-tiang yang melingkupi ruang cella atau ruang keramat. Ruang cella yang dilingkupi tiang-tiang guru terdapat di depan ruang mihrab, yang berarti secara kosmologi cella lebih penting dari mihrab.

Sejarahnya tiang guru empat menggunakan tali alias seradang yang ditarik beramai-ramai oleh Datuk Landak bersama masyarakat. Atas kodrat dan iradat Tuhan YME tiang Guru Empat didirikan. Masjid pertama kali dibangun berukuran 37,5 meter x 37,5 meter.

Sekarang Masjid tersebut bagian yang tak terpisahkan dari Kota Martapura, dengan bangunan perpaduan arsitektur Islam Timur Tengah dan Modern Eropa sungguh menawan dan megah apalagi dipandang pada malam hari di Jembatan Besi disamping Pondok Pesantren Darussalam Martapuran Wuihhh bagus banget kebayang rasanya berada di Jazirah Arab dekh. Masjid ini juga beseberangan dengan Perkantoran Sekretariat Daerah Kabupaten Banjar yang juga Kantor Bupati Banjar. Dengan Syiar Islam yang begitu kental di Martapura tidaklah salah Kota Martapura diberi label sebagai Serambi Mekkah

 
Picture
Makam guru sekumpul terletak didekat rumah beliau dibelakang mushalla tempat beliau mengajar.Dikenal dengan sebutan Abah Guru Sekumpul,karena tempat beliau berada di kelurahan Sekumpul sekitar 2 km dari pusat kota Martapura.Disamping makam beliau juga ada makam KH Seman Jalil,kemudian paman beliau Alimul fadhil KH Seman Mulia,dan maqam ibu beliau.

Profil Abah Guru
Syaikhuna al-Alim al-Allamah Muhammad Zaini bin al-Arif billah Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Seman bin Muhammad Sa’ad bin Abdullah bin al-Mufti Muhammad Khalid bin al-Alim al-Allamah al-Khalifah Hasanuddin bin Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari.

Alimul Allamah Asy Syekh Muhammad Zaini Ghani yang selagi kecil dipanggil dengan nama Qusyairi adalah anak dari perkawinan Abdul Ghani bin H Abdul Manaf dengan Hj Masliah binti H Mulya. Muhammad Zaini Ghani merupakan anak pertama, sedangkan adiknya bernama H Rahmah.

Beliau dilahirkan di Tunggul Irang, Dalam Pagar, Martapura pada malam Rabu tanggal 27 Muharram 1361 H bertepatan dengan tanggal 11 Februari 1942 M.

Diceriterakan oleh Abu Daudi, Asy Syekh Muhammad Ghani sejak kecil selalu berada di samping ayah dan neneknya yang bernama Salbiyah. Kedua orang ini yang memelihara Qusyairi kecil. Sejak kecil keduanya menanamkan kedisiplinan dalam pendidikan. Keduanya juga menanamkan pendidikan tauhid dan akhlak serta belajar membaca Alquran. Karena itulah, Abu Daudi meyakini, guru pertama dari Alimul Allamah Asy Syekh Muhammad Zaini Ghani adalah ayah dan neneknya sendiri.

Semenjak kecil beliau sudah digembleng orang tua untuk mengabdi kepada ilmu pengetahuan dan ditanamkan perasaan cinta kasih dan hormat kepada para ulama. Guru Sekumpul sewaktu kecil sering menunggu al-Alim al-Fadhil Syaikh Zainal Ilmi yang ingin ke Banjarmasin hanya semata-mata untuk bersalaman dan mencium tangannya.

Pada tahun 1949 saat berusia 7 tahun, beliau mengikuti pendidikan “formal” masuk ke Madrasah Ibtidaiyah Darussalam, Martapura. Guru-guru beliau pada masa itu antara lain, Guru Abdul Muiz, Guru Sulaiman, Guru Muhammad Zein, Guru H. Abdul Hamid Husain, Guru H. Rafi’i, Guru Syahran, Guru Husin Dahlan, Guru H. Salman Yusuf. Kemudian tahun 1955 pada usia 13 tahun, beliau melanjutkan pendidikan ke Madrasah Tsanawiyah Darussalam, Martapura. Pada masa ini beliau sudah belajar dengan Guru-guru besar yang spesialist dalam bidang keilmuan seperti al-Alim al-Fadhil Sya’rani Arif, al-Alim al-Fadhil Husain Qadri, al-Alim al-Fadhil Salim Ma’ruf, al-Alim al-Allamah Syaikh Seman Mulya, al-Alim Syaikh Salman Jalil, al-Alim al-Fadhil Sya’rani Arif, al-Alim al-Fadhil al-Hafizh Syaikh Nashrun Thahir, dan KH. Aini Kandangan. Tiga yang terakhir merupakan guru beliau yang secara khusus untuk pendalaman Ilmu Tajwid.

Kalau kita cermati deretan guru-guru beliau pada saat itu adalah tokoh-tokoh besar yang sudah tidak diragukan lagi tingkat keilmuannya. Walaupun saya tidak begitu mengenal secara mendalam tetapi kita mengenal Ulama yang tawadhu KH. Husin Qadri lewat buku-buku beliau seperti Senjata Mukmin yang banyak dicetak di Kal-Sel. Sedangkan al-Alim al-Allamah Seman Mulya, dan al-Alim Syaikh Salman Jalil, ingin rasanya berguru dan bertemu muka ketika masih hidup. Syaikh Seman Mulya adalah paman beliau yang secara intensif mendidik beliau baik ketika berada di sekolah maupun di luar sekolah. Dan ketika mendidik Guru Sekumpul, Guru Seman hampir tidak pernah mengajarkan langsung bidang-bidang keilmuan itu kepada beliau kecuali di sekolahan. Tapi Guru Seman langsung mengajak dan mengantarkan beliau mendatangi tokoh-tokoh yang terkenal dengan sepesialisasinya masing-masing baik di daerah Kal-Sel (Kalimantan) maupun di Jawa untuk belajar. Seperti misalnya ketika ingin mendalami Hadits dan Tafsir, guru Seman mengajak (mengantarkan) beliau kepada al-Alim al-Allamah Syaikh Anang Sya’rani yang terkenal sebagai muhaddits dan ahli tafsir. Menurut Guru Sekumpul sendiri, di kemudian hari ternyata Guru Tuha Seman Mulya adalah pakar di semua bidang keilmuan Islam itu. Tapi karena kerendahan hati dan tawadhu tidak menampakkannya ke depan khalayak.

Sedangkan al-Alim al-Allamah Salman Jalil adalah pakar ilmu falak dan ilmu faraidh. (Pada masa itu, hanya ada dua orang pakar ilmu falak yang diakui ketinggian dan kedalamannya yaitu beliau dan al-marhum KH. Hanafiah Gobet). Selain itu, Salman Jalil juga adalah Qhadi Qudhat Kalimantan dan salah seorang tokoh pendiri IAIN Antasari Banjarmasin. Beliau ini pada masa tuanya kembali berguru kepada Guru Sekumpul sendiri. Peristiwa ini yang beliau contohkan kepada kami agar jangan sombong, dan lihatlah betapa seorang guru yang alim besar tidak pernah sombong di hadapan kebesaran ilmu pengetahuan, meski yang sekarang sedang menyampaikannya adalah muridnya sendiri.

Selain itu, di antara guru-guru beliau lagi selanjutnya adalah Syaikh Syarwani Abdan (Bangil) dan al-Alim al-Allamah al-Syaikh al-Sayyid Muhammad Amin Kutbi. Kedua tokoh ini biasa disebut Guru Khusus beliau, atau meminjam perkataan beliau sendiri adalah Guru Suluk (Tarbiyah al-Shufiyah). Dari beberapa guru beliau lagi adalah Kyai Falak (Bogor), Syaikh Yasin bin Isa Padang (Makkah), Syaikh Hasan Masyath, Syaikh Ismail al-Yamani, dan Syaikh Abdul Kadir al-Bar. Sedangkan guru pertama secara ruhani adalah al-Alim al-Allamah Ali Junaidi (Berau) bin al-Alim al-Fadhil Qadhi Muhammad Amin bin al-Alim al-Allamah Mufti Jamaludin bin Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari, dan al -Alim al-Allamah Muhammad Syarwani Abdan Bangil. (Selain ini, masih banyak tokoh lagi di mana sebagiannya sempat saya catat dan sebagian lagi tidak sempat karena waktu itu beliau menyebutkannya dengan sangat cepat. Sempat saya hitung dalam jumblah kira-kira, guru beliau ada sekitar 179 orang sepesialis bidang keilmuan Islam terdiri dari wilayah Kalimantan sendiri, dari Jawa-Madura, dan dari Makkah).

Gemblengan ayah dan bimbingan intensif pamanda beliau semenjak kecil betul-betul tertanam. Semenjak kecil beliau sudah menunjukkan sifat mulia; penyabar, ridha, pemurah, dan kasih sayang terhadap siapa saja. Kasih sayang yang ditanamkan dan juga ditunjukkan oleh ayahnda beliau sendiri. Seperti misalnya suatu ketika hujan turun deras sedangkan rumah beliau sekeluarga sudah sangat tua dan reot. Sehingga air hujan merembes masuk dari atap-atap rumah.Pada waktu itu, ayah beliau menelungkupi beliau untuk melindungi tubuhnya dari hujan dan rela membiarkan dirinya sendiri tersiram hujan.

Abdul Ghani bin Abdul Manaf, ayah dari Syekh Muhammad Ghani juga adalah seorang pemuda yang shalih dan sabar dalam menghadapi segala situasi dan sangat kuat dengan menyembunyikan derita dan cobaan. Tidak pernah mengeluh kepada siapapun. Cerita duka dan kesusahan sekaligus juga merupakan intisari kesabaran, dorongan untuk terus berusaha yang halal, menjaga hak orang lain, jangan mubazir, bahkan sistem memenej usaha dagang beliau sampaikan kepada kami lewat cerita-cerita itu.

Beberapa cerita yang diriwayatkan adalah Sewaktu kecil mereka sekeluarga yang terdiri dari empat orang hanya makan satu nasi bungkus dengan lauk satu biji telur, dibagi empat. Tak pernah satu kalipun di antara mereka yang mengeluh. Pada masa-masa itu juga, ayahnda beliau membuka kedai minuman. Setiap kali ada sisa teh, ayahnda beliau selalu meminta izin kepada pembeli untuk diberikan kepada beliau. Sehingga kemudian sisa-sisa minuman itu dikumpulkan dan diberikan untuk keluarga. Adapun sistem mengatur usaha dagang, beliau sampaikan bahwa setiap keuntungan dagang itu mereka bagi menjadi tiga. Sepertiga untuk menghidupi kebutuhan keluarga, sepertiga untuk menambah modal usaha, dan sepertiga untuk disumbangkan. Salah seorang ustazd kami pernah mengomentari hal
ini, “bagaimana tidak berkah hidupnya kalau seperti itu.” Pernah sewaktu kecil beliau bermain-main dengan membuat sendiri mainan dari gadang pisang. Kemudian sang ayah keluar rumah dan melihatnya. Dengan ramah sang ayah menegur beliau, “Nak, sayangnya mainanmu itu. Padahal bisa dibuat sayur.” Beliau langsung berhenti dan menyerahkannya kepada sang ayah.

Beberapa Catatan lain berupa beberapa kelebihan dan keanehan: Beliau sudah hapal al-Qur`an semenjak berusia 7 tahun. Kemudian hapal tafsir Jalalain pada usia 9 tahun. Semenjak kecil, pergaulan beliau betul-betul dijaga. Kemanapun bepergian selalu ditemani (saya lupa nama sepupu beliau yang ditugaskan oleh Syaikh Seman Mulya untuk menemani beliau). Pernah suatu ketika beliau ingin bermain-main ke pasar seperti layaknya anak sebayanya semasa kecil. Saat memasuki gerbang pasar, tiba-tiba muncul pamanda beliau Syaikh Seman Mulya di hadapan beliau dan memerintahkan untuk pulang. Orang-orang tidak ada yang melihat Syaikh, begitu juga sepupu yang menjadi “bodyguard’ beliau. Beliaupun langsung pulang ke rumah.

Pada usia 9 tahun pas malam jum’at beliau bermimpi melihat sebuah kapal besar turun dari langit. Di depan pintu kapal berdiri seorang penjaga dengan jubah putih dan di gaun pintu masuk kapal tertulis “Sapinah al-Auliya”. Beliau ingin masuk, tapi dihalau oleh penjaga hingga tersungkur. Beliaupun terbangun. Pada malam jum’at berikutnya, beliau kembali bermimpi hal serupa. Dan pada malam jum’at ketiga, beliau kembali bermimpi serupa. Tapi kali ini beliau dipersilahkan masuk dan disambut oleh salah seorang syaikh. Ketika sudah masuk beliau melihat masih banyak kursi yang kosong.

Ketika beliau merantau ke tanah Jawa untuk mencari ilmu, tak disangka tak dikira orang yang pertama kali menyambut beliau dan menjadi guru adalah orang yang menyambut beliau dalam mimpi tersebut.

Salah satu pesan beliau tentang karamah adalah agar kita jangan sampai tertipu dengan segala keanehan dan keunikan. Karena bagaimanapun juga karamah adalah anugrah, murni pemberian, bukan suatu keahlian atau skill. Karena itu jangan pernah berpikir atau berniat untuk mendapatkan karamah dengan melakukan ibadah atau wiridan-wiridan. Dan karamah yang paling mulia dan tinggi nilainya adalah istiqamah di jalan Allah itu sendiri. Kalau ada orang mengaku sendiri punya karamah tapi shalatnya tidak karuan, maka itu bukan karamah, tapi “bakarmi” (orang yang keluar sesuatu dari duburnya).

Selain sebagai ulama yang ramah dan kasih sayang kepada setiap orang, beliau juga orang yang tegas dan tidak segan-segan kepada penguasa apabila menyimpang. Karena itu, beliau menolak undangan Soeharto untuk mengikuti acara halal bil halal di Jakarta. Begitu juga dalam pengajian-pengajian, tidak kurang-kurangnya beliau menyampaikan kritikan dan teguran kepada penguasa baik Gubernur, Bupati atau jajaran lainnya dalam suatu masalah yang beliau anggap menyimpang atau tidak tepat.

Tuan Guru H.M. Zaini Abdul Ghani telah menulis beberapa buah kitab, antara lain:
- Risalah Mubaraqah.
-Manaqib Asy-Syekh As-Sayyid Muharnmad bin Abdul Karim Al-Qadiri Al-Hasani As-Samman Al-Madani.
- Ar-Risalatun Nuraniyah fi Syarhit Tawassulatis Sammaniyah.
- Nubdzatun fi Manaqibil Imamil Masyhur bil Ustadzil a’zham Muhammad bin Ali Ba’alawy.
Sebelum beliau wafat, beliau memberikan wasiat kepada seluruh kerabat, para murid dan kaum muslimin. yang di buat pada hari Ahad Tanggal 11 Jumadil Akhir 1413 H , yang isi wasiatnya berbunyi:
1. Menghormati ulama
2. Murah diri, murah hati, manis muka.
3. Memaafkan segala kesalahan orang lain.
4. Jangan bersifat tamak dan memakan harta riba.
5. Jangan menyakiti orang lain.
6. Jangan merasa baik dari orang lain.
7. Berpegangn kepada Allah segala hajat yang dikehendaki.
8. Baik sangka terhadap muslim.
9. Banyak-banyak sabar apabila mendapat musibah, banyak-banyak syukur atas nikmat.
10. Tiap-tiap orang yang iri dengki atau adu asah jangan dilayani, serahkan segala sesuatu kepada Allah (tawakkal)

Pada hari Rabu 10 Agustus 2005 jam 05.10 pagi beliau telah berpulang ke rahmatullah pada usia 63 tahun.
(dikutip dari http://rifafreedom.wordpress.com dan http://ulamabanjar.blogspot.com)









 
Picture
Masih di dalam kawasan komplek pemakaman Syekh Arsyad alBanjari, terdapat makam salah seorang Tuan Guru yang tidak kalah popular di kalangan masyarakat Banjar, yaitu makam Tuan Guru Zainal Ilmi. Tuan Guru Zainal dikenal sebagai salah satu paman Syekh Arsyad yang juga memiliki pelbagai kelebihan spiritual, seperti yang dimiliki oleh Syekh Arsyad al-Banjari.  BIasanya, sehabis mengunjungi makam Syekh Arsyad, para peziarah juga menyempatkan diri berkunjung ke makam Tuan Guru Zainal.

ALIMUL FADHIL H. ZAINAL ILMI
Bin Alimul Fadhil H. Abdussamad Bin Alimul Allamah H.M. Said Wali
Lahir : Desa Dalam Pagar Martapura pada malam sabtu jam 04.30 7 Rabiul Awwal
Wafat Karang Intan hari Jum’at 13 Dzulqaidah 1375 H
Jam 12.00 dimakamkan di Hari Sabtu di Kalampayan



 
Picture
Makam khatib dayan bersebelahan dengan makam sultan suriansyah. Di balik Hikayat Banjar, ada figur dari Demak yang memberi warna keislaman di daerah ini. Khatib Dayan, namanya. Boleh dibilang, Khatib yang dikirim secara khusus sebagai utusan dari kerajaan Demak ini yang menjadi penatagama (penghulu) pertama di Tanah Banjar.

Siapa Khatib Dayan? Menurut Arthum Artha, wartawan yang juga penulis buku tentang budaya dan sejarah Banjar, Khatib Dayan adalah Sayyid Abdurrahman. Menurut orang Jawa dan babad Banjar, kata dia, ditulis Ngabdulrahman Penatagama. Abdurrahman, sangat setia kepada Sultan Suriansyah. Dialah yang selalu mendampingi raja.

Sedang menurut Amir Hasan Kiai Bondan (Suluh Sedjarah Kalimantan, 1957), pemuka Banjar lainnya yang berperan dalam syiar Islam adalah Haji Batu. Haji Batu (Syekh Abdul Malik) menjadi pembantu Khatib Dayan dalam mengislamkan penduduk dalam lingkungan kerajaan.

Menurut versi Kuin, Khatib Dayan merupakan keturunan dari Sunan Gunung Jati. Pendiri keraton Cirebon ini aslinya bernama Syarif Hidayatullah. Sunan Gunung Jati, yang dikenal sebagai salah satu Wali Songo yang bertugas di Cirebon merupakan keturunan dari waliyullah Muhammad Shahib Mirbath. Muhammmad Shahib Mirbath adalah keturunan generasi ke-16 dari Nabi Muhammad SAW.

Silsilah Syarif Hidayatullah (keturunan ke-24) tersambung dari orangtuanya Abdullah bin Ali Nurul Alam bin Jamaluddin Husin bin Ahmad Jalaluddin bin Abdullah Khan bin Abdul Malik bin Alwi Umul Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath.

Sunan Gunung Jati, memiliki putra bernama Sultan Hasanudin (Sultan Banten I). Khatib Dayyan, menurut sumber Kuin, merupakan buyut dari Sultan Hasanudin. Ayah dari Khatib Dayan adalah Sultan Maulana Ahmad (Cirebon) bin Sultan Yusuf (Cirebon) bin Sultan Hasanudin.

Khatib Dayan kawin dengan seorang anak Sultan Suriansyah. Dari perkawinan itu lahir Khatib Hamid yang tinggal di Kuin Utara,” ujar Syarif, warga Kuin sambil membuka silsilah keluarganya.
Khatib Hamid menurunkan anak cucu yang juga berprofesi sebagai Khatib. Putranya yang bernama Khatib Muhidin memiliki anak yang juga meneruskan jabatan sebagai Khatib yakni Jamain.
(dikutip dari http://algembira.blog.com)



 
Picture
Makam datu kalampayan di Kalampayan, Astambul, Banjar, Kalimantan Selatan (sekitar 56 km dari Kota Madya Banjarmasin).

Datu kalampayan atau syekh Muhammad Arsyad AlBanjari adalah seorang ulama yang sangat berpengaruh dan mempunyai peran penting dalam sejarah pengembangan syiar agama Islam,khususnya di bumi Kalimantan .Seorang yang sangat gigih mempertahankan dan mengembangkan faham Ahlus Sunah Wal jama'ah dengan faham Asy'ariah untuk Ilmu Tauhid,dan Mazhab Imam syafi'i untuk bidang Ilmu fiqih.Beliau juga seorang mufti (penasehat agama) pada Kesultanan Banjar,dan juga seorang penulis yang produktif.

Sejak kecil, tepatnya pada umur sekitar 7 tahun Muhammad Arsyad kecil sudah fasih dalam membaca Al-Quran.Bakat tulis-menulis juga sudah mulai nampak terlihat padanya dikala itu.Karenanya beliau dipelihara dan dikumpulkan oleh sultan bersama dengan anak-anak dan cucu-cucu keluarga kerajaan

Karena bakat dan kepandaian beliau dalam mempelajari ilmu agama,maka menjelang usia 30 tahun Muhammad Arsyad diberangkatkan ketanah suci Mekkah untuk memperdalam ilmu agama dengan biaya sultan (kerajaan),karena sultan berharap dengan ilmu yang diperolehnya ditanah suci itu kelak akan dapat membimbing dan mengajarkan kepada rakyat Banjar dan sekitarnya dalam hal ke agamaan (Islam)

Di tanah Suci Mekkah dan Madinah beliau belajar kepada para ulama yang terkenal, antara lain:

1. Syekh Athaillah bin Ahmab Al-Mihsri Al-Azhar
2. Sekh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi.Madinah.(pengarang kitab Hawasyil
madaniyyah)
3. Syekh Muhammad bin Abdul Karim As-Sammany Al-Madany,dalam bidang
tasawuf yang akhirnya mendapatkan Ijazah dengan kedudukan Khalifah
(wakil).
4. Syekh Ahmad bin Abdul Mun'im Ad-Damanhuri.
5. Syekh Sayyid Abul Faydi Muhammad Murtadha' Az-Zabidi
6. Syekh Hasan bin Ahmad 'Akisy Al-Yamani
7. Syekh Salim bin Abdullah Al-Bashr.
8. Syehk Shiddiq bin Umar Khan.
9. Syekh Abdullah bin Hijazi bin Asy-Syarqawi
10. Syekh Abdurrahman bin Abdul Aziz Al-Maghrabi.
11. Syekh Sayyid Abdurrahman bin Sulaiman Al-Ahdal.
12. Syekh Abdurrahman bin Abdul Mubin Al-Fathani.
13. Syekh Abdul Ghani bin Syekh Muhammad Hilal.
14. Syekh 'Abid As-Shindi.
15. Syekh Abdul Wahab Ath-thanthawi.
16. Syekh Maulana Sayyid Abdurrrahman Mirghani.
17. Syekh Muhammad bin Ahmad Al-jawahir.
18. Syekh Muhammad Zayn bin Faqih Jalaludin Aceh.

Ketika di Mekkah beliau berkenalan dan bersahabat dengan penuntut-penuntut setanah air,antara lain: Abdul Wahhab Bugis dari Makasar,Abdus Samad dari Palembang (pengarang kitab Siyarus Salikin dan Hidayatus Salikin) dan Abdur Rahman Masri dari Betawi (jawi).Konon di Mekkah itu pula sempat berkenalan dan sekaligus berguru kepada Datu Sanggul (Abdus Samad),yang pada akhirnya beliu diberi kitab yang terkenal dengan sebutan Kitab Barencong oleh Datu Sanggul.

Setelah lebih 30 tahun belajar ditanah suci beliau akhirnya dapat menguasai keahlian diberbagai bidang ilmu agama seperti:ilmu fiqih,ilmu tasawuf,usul fiqih,cabang -cabang bahasa Arab seperti: nahwu,sharaf,balaghah dan lain-lain,serta ilmu falak (astronomi) dan ilmu umum seperti politik serta pemerintahan . Selesai mempelajari yang disebut diatas beliau pulang ketanah air bersama kawan-kawannya.

Sebenarnya beliau dan kawan - kawan tidak ingin pulang ketanah air tetapi ingin melanjutkan belajar di Mesir,namun maksud tersebut terpaksa dibatalkan karena Syekh sulaiman Al-kurdi menyatakan bahwa ilmu mereka sudah dalam dan luas,lebih penting pulang ketanah air untuk memberi pelajaran dan membimbing masyarakat didaerah masing-masing.

akhirnya mereka menuruti nasehat guru mereka itu.Setiba ditanah betawi (Jakarta) Muhammad Arsyad dan kawan-kawan disambut oleh para ulama dan orang banyak dengan gembira. Selama 60 hari berada di betawi (jakarta),beliau berkunjung kebeberapa mesjid. Berikut beberapa karamah (keahlian)yang beliau miliki,beliau dapat membetulkan arah kiblat mesjid yang kurang tepat.mesjid yang beliau perbaiki arah kiblatnya adalah mesjid Jembatan Lima,Mesjid Luar Batang, dan Mesjid Pekojan.

Ada sebelas orang isteri dalam kehidupannya. Dia mengawini para isterinya tidak bersamaan dan tidak lebih dari empat orang dalam hidupnya, tetapi apabila salah seorang isterinya meninggal, dia menikah lagi dan begitu seterusnya. Syekh Arsyad dapat berlaku bijaksana dan adil terhadap para isterinya, sehingga mereka hidup rukun dan damai. Isteri-isteri Syekh Arsyad tersebut adalah:
1.  Bajut; melahirkan Syarifah dan Aisyah.
2.  Bidur; melahirkan Kadi H. Abu Suud, Saidah, Abu Na’im, dan Khalifah H. Syahab Al-Din.
3.  Lipur; melahirkan ‘Abd Al-Manan, H. Abu Najib, alim al-fadhil H. ‘Abd Allah, ‘Abd Al-Rahman, dan alim al-fadhil ‘Abd Al-Rahim.
4.  Guwat (keturunan Cina; Go Hwat Nio); melahirkan Asiyah, Khalifah H. Hasanuddin, Khalifah H. Zain Al-Din, Rihanah, Hafsah, dan Mufti H. Jamal Al-Din. Dalam perkawinan ini, Syekh Arsyad berusaha menyebarkan Islam di kalangan Tionghoa, dia tidak merubah nama isterinya untuk menunjukkan bahwa Islam tidak akan merubah tradisi mereka, asal tidak bertentangan dengan ajaran pokok Islam.
5.  Turiyah; melahirkan Nur’ain, Amah, dan Caya.
6.  Ratu Aminah; melahirkan Mufti H. Ahmad, Safia, Safura, Maimun, Salehah, Muhammad, dan Maryamah.
7.   Palung; melahirkan Salamah, Salman, dan Saliman.
8.   Kadarmik.
9.   Markidah.
10. Liyyuhi, dan
11. Dayi, keempat isteri yang terakhir ini tidak memberikan keturunan (Kadir, 1976).

Karamah (Kemulian) beliau adalah makam datu kalampayan yang sampai sekarang sangat ramai diziarahi orang.Dengan ziarahnya orang-orang yang datang dari segala penjuru Kalimantan dan Luar Kalimantan,mereka membagi - bagikan hadiah pada penduduk Kalampayan yang ada disekitar makam itu, walau beliau sudah lama meninggal dunia, beliau masih dapat membantu penduduk kampung sekitar makam beliau.
(dikutip dari http://radirachim.blogspot.com & http://riwayathidupulama-ulamabesarislam.blogspot.com)







 
Picture
Makam datu abulung terletak  di kampung Sungai Batang, Martapura, Kalimantan Selatan. Sukar melacak kapan tepatnya saat Syekh 'Abd Al-Hamid dilahirkan. Seperti halnya Syekh Siti Jenar, kehidupan Syekh 'Abd Al-Hamid pun secara umum sukar dilacak datanya. Namun demikian, yang pasti ia menyaksikan Kesultanan Banjar dipimpin oleh Sultan Tamhid Allah, yang berkuasa pada 1778-1808 M.

Di masa kekuasaan Sultan Tamhid Allah, kondisi politik Kesultanan Banjar mulai tidak kondusif. Perebutan kekuasaan antar pembesar kesultanan seringkali terjadi. Hal inilah yang mendorong Sultan Tamhid Allah bekerjasama dengan Belanda, untuk mempertahankan kekuasaannya. Sebagai kompensasinya, Sultan Tamhid Allah harus menyerahkan sebagian wilayah kekuasaannya kepada Belanda. Hal ini terjadi pada 1787 M (Kutoyo dan Sri Sutjianingsih, 1977).

Meski kondisi politik Kesultanan Banjar tidak lagi kondusif, Banjar tetap menjadi pusat perdagangan yang paling strategis di wilayah Kalimantan. Kekayaan alamnya yang melimpah, seperti intan, emas, lilin, damar dan sarang burung walet yang merupakan komoditas internasional paling laris, menyebabkan Banjar tetap menjadi incaran para pedagang dari jawa, Makassar, Portugis, Inggris, dan Belanda. Ini artinya, Kesultanan Banjar yang terletak di pesisir pantai selatan Kalimantan merupakan wilayah terbuka, baik untuk kepentingan dagang, politik, maupun penyebaran agama.

Walaupun Kesultanan Banjar dikenal sangat terbuka bagi masyarakat pendatang dari berbagai penjuru dunia, yang berbeda etnik maupun agama, para pembesar kesultanan dikenal sangat taat memeluk Islam. Untuk menunjang spiritualnya itu, para penguasa Banjar mengangkat para ulama menjadi guru spiritualnya, sekaligus menjadi pejabat-pejabat kesultanan.

Konon Syekh 'Abd Al-Hamid, dalam salah satu sumber, pernah mendapatkan perlakuan istimewa oleh para Kesultanan Banjar. Dalam penelitian H.A. Rasyidah disebut Syekh 'Abd Al-Hamid pernah menjabat posisi strategis di Kesultanan Banjar tepatnya sebagai mufti (Rasyidah: 1990). Tapi tampaknya, hasil penelitian H.A. Rasyidah kurang bisa diterima oleh kalangan sejarawan. Pasalnya, seperti diutarakan Zafry Zamzam Steenbrink, dan Azyumardi Azra, kedatangan Syekh 'Abd Al-Hamid ke Kalimantan Selatan, adalah beberapa tahun setelah Arsyad Al- Banjari (datu kalampayan) kembali dari Arabia. Padahal, Arsyad Al-Banjari langsung diangkat menjadi mufti. Pertanyaannya, kalau Arsyad Al-Banjari diangkat mufti sekembalinya dari Arabia, lantas kapan 'Abd Al-Hamid berkesempatan menjadi mufti?

Terlepas kontroversi jelas 'Abd Al-Hamid pernah leluasa mengajarkan pandangan tasawuf wahdah al-wujud (wujudiyyah) Ibn 'Arabi' (1165-1240). Pandangan tasawuf wahdah al-wujud yang dianut Syekh 'Abd Al-Hamid ini dipengaruhi aliran ittihad-nya Abu Yazid Al-Busthami (w. 873 H) dan hulul-nya Al-Hallaj (w. 923 H) yang masuk ke Indonesia melalui Hamzah Fansuri dan Syams Al-Din Al-Sumatrani serta Syekh Siti Jenar dari jawa.

Perlu dicatat disini, agaknya puritanisme ajaran tasawuf Hamid ini banyak dipengaruhi kondisi sosial Kesultanan Banjar yang sangat terbuka bagi siapapun yang ingin "berinvestasi," termasuk aliran agama di Banjar. Keterbukaan yang dikondisikan inilah, yang memudahkan Syekh 'Abd Al-Hamid mempelajari tulisan-tulisan para penganut tasawuf falsafi tersebut.

Kesempatan Syekh 'Abd Al-Hamid mengembangkan ajaran wujudiyyah mulai mendapatkan sandungan ketika tersiar sampai ke telinga Sultan Tamhid Allah dan Syekh Arsyad Al-Banjari bahwa ajaran yang dibawanya dianggap meresahkan masyarakat Dilaporkan, 'Abd Al-Hamid mengajarkan orang-orang, bahwa "tidak ada wujud kecuali Allah. Tidak ada 'Abd Al-Hamid kecuali Allah; Dialah aku dan akulah Dia. Dan sangat kebetulan, Syekh Muhammad Arsyad, sebagai penganut ajaran Syekh b. 'Abd Al-Karim Al-Sammani Al-Madani guru dari tokoh-tokoh tarekat Sammaniyyah Nusantara memang tidak sepakat dengan Wujudiyyah-nya Syekh 'Abd Al-Hamid dan bahkan menganggapnya musyrik.

Akibat dari pernikirannya inilah, Syekh 'Abd Al-Hamid Abulung hidupnya di tangan para algojo Kesultanan Banjar. la dihukum mati oleh keputusan Sultan Tamhid Allah, atas Pertimbangan Syekh Muhammad Arsyad yang waktu itu menjabat sebagai mufti besar (Alfani Daud, 1997). Peristiwa ini, hingga kini belum bisa ketahui secara pasti, kecuali hanya dugaan terjadi pada awak abad ke-18, dimana eksekusinya dilakukan di Abulung. Makamnya sendiri sempat tidak diketahui oleh masyarakat, seperti dalam kasus kematian Syekh Siti Jenar, yang hingga kini makamnya masih menjadi misteri.

Baru belakangan makamnya diketahui terletak kira-kira dua atau tiga kilometer di sebelah hilir Dalam Pagar -kampung yang dikenal sebagai tempat menuntut ilmu keagamaan di Kalimantan Selatan (A. Steenbrink, 1984), dalam kondisi tidak berpagar. Kuburan ini ditemukan atas petunjuk tuan guru (kiai) Haji Muhammad Nur, seorang ulama dan guru tarekat di Takisung (Kabupaten Tanah Laut), yang kemudian dibangunkan kubah-nya. Tuan guru Haji Muhammad Nur sendiri mengaku sebagai keturunan langsung dari Syekh 'Abd Al-Hamid.

Hingga kini, makam datu abulung masih banyak dikunjungi umat Islam karena dianggap memiliki karamat. Di antara karamat-nya yang nampak adalah makamnya, yang berada di pinggir sungai, tak bisa dihanyutkan air. Padahal makam tersebut sering tergerus air. Namun ketika makam itu telah turun, secara ajaib makam itu naik lagi dan tanah pun menyangga makam itu lagi.
(dikutip dari http://putramartapura.blogspot.com)


 
Picture
Masjid Raya Sabilal Muhtadin mulai dibangun pada bulan November 1974 dan selesai pada bulan Oktober 1979 di atas tanah seluas 100 ribu meter. Bangunan masjid terdiri atas bangunan utama seluas 5.250 meter dengan kubah berdiameter 38 meter dan lima bangunan menara. Satu dari kelima menara tersebut mempunyai tinggi 45 meter, sedangkan empat lainnya hanya 21 meter.

Pemberian nama ”Sabilal Muhtadin" tersebut sebagai bentuk penghormatan kepada ulama besar, Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (1710-1812 M), yang selama hidupnya memperdalam dan mengembangkan agama Islam di Kalimantan Selatan. Nama Sabilal Muhtadin merupakan nama dari salah satu kitab yang ditulis oleh Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (datu kalampayan)

Masjid Raya Sabilal Muhtadin merupakan masjid terbesar di Kalimantan Selatan dan bisa menampung jamaah sebanyak 15.000 orang, yaitu sebanyak 7.500 orang pada bagian dalam dan 7.500 orang pada bagian luar. Kubah masjid yang berdiameter 38 meter terbuat dari bahan alumunium sheet kalcolour berwarna emas. Bagian dalam masjid dipenuhi kaligrafi ayat-ayat al-Quran, Asmaul Husna, dan nama empat khalifah utama dalam Islam. Semua kaligrafi tersebut dibuat dari bahan tembaga yang dihitamkan. Demikian juga pada pintu, krawang dan railing, keseluruhannya terbuat dari bahan tembaga dengan bentuk relief berdasarkan seni ragam hias yang banyak terdapat di daerah Kalimantan Selatan.

Para wisatawan yang berkunjung ke masjid ini tidak hanya akan merasakan kedamaian dan ketenangan hati, tetapi juga akan terkagum-kagum melihat keindahan ragam hias yang merupakan ciri khas Kalimantan Selatan.

Masjid Raya Sabilal Muhtadin terletak di tengah kota Banjarmasin, yaitu di Jalan Jenderal Sudirman, Banjarmasin, tidak jauh dari Kantor Gubernur Kalimantan Selatan.
(dikutip dari http://jiwafana-traveling.blogspot.com)



 
Picture
Selain masjid dan makam, banjarmasin juga memiliki museum yaitu museum wasaka terletak di Jalan Sultan Adam Komplek H Andir, Kampung Kenanga Ulu RT 14 Kelurahan Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Utara. Museum ini berada di tepian sungai, berdampingan dengan sebuah jembatan yang bernama 17 Mei atau lebih di kenal dengan jembatan banua anyar. Museum ini diresmikan pada 10 November 1991, ada kurang lebih 400 benda bersejarah  periode Perang Kemerdekaan.Museum ini merupakan perjuangan rakyat kalimantan selatan, wasaka adalah singkatan dari waja sampai ka Puting dan merupakan motto perjuangan rakyat kalimantan selatan.

Tempat museum ini berada di rumah banjar bubungan tinggi yang fungsinya sudah dialihkan dari hunian kini jadi museum sebagai upaya konservasi bangunan tradisional. Di tempat ini bangunannya dibuat dengan arsitektur khas banjar serta terdapat daftar organisasi yang dulu berjuang melawan pemerintahan penjajah seperti Lasykar Hasbullah yang markasnya berada di martapura. Di banjarmasin ada markas barisan pemuda Republik Indonesia Kalimantan. Di museum ini terdapat beberapa foto masyarakat adat di daerah masing-masing serta ada peta kalimantan selatan, struktur organisasi perjuangan gerilya Kalsel menuju Pemerintahan Gubernur Tentara ALRI, dan juga benda-benda bersejarah lain seperti mesin tik kuno, kamera, cermin, dan sebagainya.
(dikutip dari http://griyawisata.com)

 
Picture
Makam ini terletak di Kelurahan Surgi Mufti, Kecamatam Banjarmasin  Utara, Kota Banjarmasin . Tuan Guru H. Surgi Mufti atau Mufti Jamaluddin adalah cicit Al-Banjari dari garis istri beliau yang keenam, bernama Ratu Aminah binti Pangeran Thaha (seorang bangsawan Kerajaan Banjar). Silsilah Tuan Guru Surgi Mufti ini adalah: Mufti Jamaluddin bin Zalekha binti Pangeran Mufti H. Ahmad bin Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (datu kalampayan).

Semasa hidupnya, Tuan Guru H. Surgi Mufti dikenal sebagai seorang ulama besar yang pemurah, ramah-tamah, dan disegani oleh semua kalangan, termasuk oleh Belanda.

Banyak orang-orang yang belajar dan menuntut ilmu kepada beliau. Beliau ini menurut Abu Daudi, diangkat menjadi mufti oleh pemerintah Belanda dan berkedudukan di Banjarmasin pada tahun 1896. Beliau wafat pada tanggal 8 Muharram 1348 H (1902) dan dimakamkan di depan rumah beliau di Jalan Masjid Jami Banjarmasin. Oleh Pemerintah, makam beliau kemudian ditetapkan sebagai salah satu peninggalan dan cagar budaya yang dilindungi hingga sekarang dikenal oleh masyarakat Banjar dengan nama Kubah Sungai Jingah. Gelar beliau juga diabadikan menjadi nama satu kelurahan dalam wilayah Kecamatan Banjarmasin Utara, yakni Kelurahan Surgi Mufti.
(dikutip dari http://www.harianberitaterkini.com)

 
Picture
makam Habib Hamid bin Abbas Bahasyim atau lebih dikenal dengan sebutan Habib Basirih, letaknya tidak begitu jauh dari jembatan tol menuju kawasan Pelabuhan Trisakti, Banjarmasin. Kubah ini  berada di Jl Keramat RT 13, Kelurahan Basirih, Kecamatan Banjarmasin Selatan.
Silsilahnya, Habib Hamid bin Abbas bin Abdullah bin Husin bin Awad bin Umar bin Ahmad bin Syekh bin Ahmad bin Abdullah bin Aqil bin Alwi bin Muhammad bin Hasyim bin Abdullah bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad Al Faqih bin Abdurrahman bin Alwi Umul Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath.
Konon, antara Habib Basirih dengan salah satu wali songo, Sunan Ampel (Raden Rahmat), masih ada hubungan kekeluargaan. Sama-sama keturunan dari Waliyullah Muhammad Shahib Mirbath (keturunan generasi ke-16 dari Rasulullah Muhammad SAW).
Kedua tokoh ulama besar di jamannya ini, bertemu pada Alwi Umul Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath. Sunan Ampel jalur putra Alwi Umul Faqih yang bernama Abdul Malik sedang Habib Basirih jalur putra Alwi Umul Faqih yang bernama Abdurrahman. Lalu, jika Sunan Ampel adalah keturunan ke 23 dari Rasulullah Muhammad SAW, maka Habib Basirih merupakan keturunan ke 36.
Untuk menuju kubah Habib Basirih, bisa ditempuh lewat jalur darat dan sungai. Menggunakan angkutan darat melalui Jl Gubernur Subardjo, Lingkar Selatan (jalan tol),  Jl Trisakti, Komplek Lumba-Lumba atau memanfaatkan Sungai Basirih.
Kemudian, saat berada di kubah Habib Basirih, kita akan melihat beberapa makam keramat lainnya. makam keponakan Habib Basirih, yakni Habib Batilantang (Habib Ahmad bin Hasan bin Alwi bin Idrus Bahasyim) yang berada di seberang Sungai Basirih, juga makam ibunda Habib Basirih, Syarifah Ra’anah dan makam-makam lainnya didekat Kubah Habib Basirih. 
Kelurahan Basirih dikenal luas tak pernah bisa dilepaskan dengan kebesaran nama Habib Basirih. Setiap hari tak pernah sepi, berpuluh-puluh pengunjung, berziarah di makam Habib yang banyak mempunyai karomah ini.
(dikutip dari http://www.radarbanjarmasin.co.id)